Jumat, 18 Desember 2015

Catatan perjuangan di Semester akhir



Catatan perjuangan di Semester akhir
  
Judul yg agak lebay di atas terdengar akrab jika di kaitkan dengan salah satu syarat yg harus dipenuhi oleh seorang mahasiswa yang ingin lulus. Yap, tulisan ini berisikan pengalaman saya ketika menyelesaikan tugas akhir skripsi yang di tuntaskan selama kurang lebih sebulan lamanya yg bertepatan di bulan ramadhan tahun ini. Tulisan ini tidak lain hanya cara saya berbagi pengalaman selama mengerjakan skripsi dalam waktu yang relatif singkat. Di samping itu tulisan ini mengandung unsur “keterpaksaan”, karena saya pernah bernazar akan membuat cerita ttg pengalaman nyekrip, sedangkan saya tidak terlalu suka menulis.  

Bermula ketika saya ngeklik mata kuliah tugas akhir (skripsi) di akun akademik, detik itu juga saya mulai memikirkan topik penelitian. Karena saya mengambil peminatan ekonomi publik, saya langsung mengambil inisiatif untuk memilih topik terkait pajak, tentunya topik yang masih baru. Alhamdulillah bapak dan kakak saya pernah bekerja di instansi yang mengelola pajak di kota padang. Saya “manfaatkan” mereka untuk bertanya2 isu baru tentang pajak. Setelah banyak bertanya kepada dua “suhu” ini, akhirnya muncul satu topik yang masih hangat, yaitu isu tentang pengelolaan pajak bumi dan bangunan oleh kota dan kabupaten, yang sebelumnya masih di kelola oleh pemerintah pusat, kalo bahasa akademiknya sih pendaerahan pajak bumi dan bangunan. Hal pertama yang terpikirkan oleh saya adalah saya ingin membuat skripsi tentang bagaimana perbandingan efektivitas pemungutan pajak bumi dan bangunan oleh daerah ataupun pemerintah pusat, jadi penelitian nya bersifat comparative study. Saya mencari jurnal terkait untuk di ajadikan acuan. Karena masih berada di padang (kampung saya), saya langsung berangkat ke depok untuk mencari “semangat nyekrip”, krna kata senior2 kalo lgi nyekrip dket2 ama tmen yg juga lgi nyekrip spaya semangat nya ketular *katanyasihgitu. Dan benar saja, ngeliat tman2 yg sbuk nyari referensi di perpus, ada smcam dorongan buat ikutan, walau tujuan di diri saya sndiri masih skedar “ikutan”. Suatu kali saya coba googling kata kunci topik skripsi dan menemukan karya ilmiah orang lain yg hmpir serupa topik penelitian saya, tapi bedanya ini adalah thesis. Beruntungnya pemilik thesis tersebut adalah mahasiswa FEUI jadi saya gk perlu cpek2 nyari thesis tersebut, krna sudah tersedia di perpusatakaan fakultas. Dalam waktu beberapa hari saya fokus pada thesis tersebut, coba menggali apa yang paling esensial dan kontributif yang bisa di jadikan topik skripsi, jadi kalo udh kelar, hasil penelitiannya bisa bermanfaat melalui rekomendasi kebijakan.
Di sinilah cerita pelik dimulai :(, setelah selesai membaca thesis yang menjadi referensi skripsi, saya langsung menulis bab 1, 2 dan 3 untuk di kumpulkan sebagai proposal skripsi. Proposal tersebut juga saya gunakan untuk menghadap dosen pembimbing (dospem) apakah topik skripsi saya “masuk akal” atau tidak untuk diteliti. Oya, sblumya perkenalkan nma dospem sya pak shauqie. Dosen yg punya daya tarik kuat bagi perempuan. Kalo ngliat saya dan pak shauqie lgi diskusi ttg skripsi kata orang kaya tom cruise ama brad pitt lgi ngobrolin soal film (*kaloyanginiboong). Pada pertemuan awal dengan dospem, beliau menerima topik skripsi yang saya ajukan, paling tidak ada rasa lega ketika itu karna sejauh ini rencana yang di jalankan tidak terkendala apapun. Selanjutnya pada pertemuan kedua, saya di minta untuk menjelaskan secara rinci apa yang saya teliti. Ada banyak catatan yang beliau berikan di pertemuan tersebut. Hari pertemuan itu adalah H-3,5 bulan batas pengumpulan skripsi. Beberapa hal prinsip yang beliau kritik adalah kerangka berpikir skripsi saya yang berpegaruh pada model penelitian yang menurut beliau “ngaur”. Mencoba mempertahankan argumen, saya jelaskan bahwa progress yang saya buat saya yakin tidak di temui “kecacatan” yang berarti. Namun tetap saja, pengalaman beliau sebagai peneliti dan pembimbing skripsi, membuat kemampuan nalar dan argumen akademis saya menjadi tidak berarti apa2. Hari itu cukup melelahkan, setelah menghabiskan waktu berhari2 untuk memperbaiki proposal skripsi, hanya dalam 1,5 jam argumen penelitian saya di hantam hanya dengan logika sederhana beliau. Detik itu juga saya berpkir bahwa sepertinya saya akan menambah 1 semester lagi khusus untuk mengerjakan skripsi. Di akhir pertemuan, beliau juga menanyakan referensi yang saya gunakan, spontan saya sebut judul thesis yang menjadi acuan saya serta beberapa jurnal internasional. Mungkin di sini titik kekeliruan saya selama ini. “Beberapa” sumber ilmiah belumlah cukup untuk membentuk kerangka berpikir yang bagus dan sistematis dlam melakukan penelitian. Kemudian dari kerangka yang jelas, n hal2 yang dibutuhkan dalam penelitian baik berupa model, data, metode dan lain2, masing2 rantai akan saling bertemu. Sehingga di akhir pertemuan kedua tersebut, beliau hanya menyarankan agar saya membaca lebih bnyak publikasi ilmiah. Namun apa daya, virus malas telah merusak imun semangat skripsi. Jangankan untuk membaca lebih banyak jurnal, melihat judul skripsi pun saya tak berselera. Selama krang lebih 1,5 bulan saya sama skli tak menyentuh bahan skripsi, alhasil waktu yg tersisa hingga batas waktu pengumpulan sktar 2 bulan. 
Sperti yang saya ungkapkan di atas, lingkungan mempengaruhi semangat dalam mengerjakan skripsi. Memiliki teman2 yang sbuk mencari referensi ilmiah di perpustakaan ada smcam dorongan untuk melakukan hal yg sama. Di samping itu saya sering menanyakan trik agar lepas dari “zona nyaman” kpda tman. Satu hal yang sya simpulkan adalah “tidak peduli sbrapa buruk hasil penelitian yang diperoleh, gmana susahnya mencari data, sumber yang terbatas, all you need to do now is just do your best”, (krang lebih begitulah). Akhirnya smngat skripsi saya mulai terpancing dgan paradigma itu. Yang saya lakukan hanya mengikuti alur penelitian tanpa memikirkan rintangan yang di depan. Akhirnya saya mulai mengikuti pesan ketika pertemuan terakhir dengan dospem yakni membaca referensi ilmiah lebih banyak lgi. Download jurnal ataupun skdar membaca review dari proquest, jstor, elsevier, dll mengisi kesibukan saya di hari H-2 bulan batas pengumpulan skripsi. Hingga suatu ketika saya menemukan jurnal yg (menurut saya) mudah dipahami dan applicable jika penelitiannya diterapkan di indonesia dan sejalan dengan rencana penelitian saya. Dri satu jurnal tersebut saya smkin bersemangat untuk mencari referensi lain dengan kata kunci yg serupa. Sumber manapun yg serupa dengan penelitian saya, saya kumpulkan sebanyak mngkin, tnpa melihat author, publisher, dll. Setelah saya baca baru kemudian saya sortir apakah referensi tersebut reliable dan memenuhi azas2 keilmiahan. Sumber2 tsb juga saya diskusikan dengan bbrpa dosen termasuk dengan dospem saya. Sembari membaca jurnal, saya juga menuliskan rancangan skripsi saya secara kasar. Namun di tengah jalan, lgi2 saya menemukan kesulitan. Kesulitannya terdapat pada metode penelitian. Dalam bbrapa jurnal yg saya baca, metode untuk menghitung nilai potensi pajak suatu daerah adalah dengan tax possibility frontier (kalo tidak salah) yg tergolong sangat rumit secara matematik. Hampir kehabisan akal, salah seorang teman menyarankan agar saya menemui bapak nurkholis, dosen regional yg baru kembali dari jepang menyelesaikan S3 nya. Saya meminta saran beliau terkait model penelitian saya. Beliau ternyata juga seorang peneliti yg pernah mendalami ekonomi sektor publik jadi lebih kurang paham tentang pajak. Beliau menyarankan saya untuk menggunakan metode estimasi GDP regional sektoral terhadap pajak yg jauh lebih sederhana untuk menghitung nilai potensi pajak. Semakin bersemangat dengan saran tersebut, saya merevisi alur skripsi saya yg sebelumnya terdengar “abstrak” menjadi mudah di pahami. Saya juga merubah model penelitian dan sangat menyadari bahwa model sebelumnya salah kaprah. Hingga H-1,5 bulan menjelang pengumpulan skripsi, saya menyerahkan proposal skripsi yg tentunya telah bnyk perubahan, namun topik skripsi masih seputar pajak ke dospem. Dospem saya akhirnya menyetujui proposal skripsi saya setelah paham secara utuh apa yg saya bicarakan di dalamnya. Saya mengatakan langkah selanjutnya yg saya lakukan adalah mencari data penelitian. Saya mengambil sampel seluruh kabupaten/kota di sumatera barat, dan beberpa data hanya tersedia di kantor gubernur sumatera barat dan BPS. Variabel dalam penelitian saya terhitung cukup banyak. Ada 17 variabel (yg terbagi ke dalam 2 model) dengan sampel 14 kota yg harus saya temukan datanya. Selama 1 minggu saya mengelilingi kota padang untuk singgah di kantor2 instansi terkait dgn data penelitian saya. Dan hasil yg saya dapatkan membuat saya pesimis untuk meneruskan penelitian. Data yg terkumpul hanya sekitar 50 persen dari target ditambah 10 persen data yg saya peroleh dari lab departemen. Hari itu adalah H-40 hari batas pengumpulan skripsi. Bab yg baru saya kerjakan hanya bab 1 dan bab 2 itupun masih sangat kasar. Dalam setiap kesulitan yg saya alami saya sisipkan doa. Semakin “lemah” saya berdoa, semakin terlihat jelas langkah2 tepat dan cepat yg harus saya ambil. Saya temui dospem untuk menanyakan masalah data yg terbatas tersebut. Ternyata beliau juga menyarankan agar model penelitian saya lebih disederhanakan, hingga dari 17 variabel yg dibutuhkan hanya tersisa 12. Dan Alhamdulillah dari 12 variabel tersebut saya telah memiliki data semuanya. Tapi tetap saja ada rasa khawatir jika saya menggunakan data tersebut, karna metode penelitian yg sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya. Hingga suatu saat cholik bermain ke kontrakan saya dan menanyakan kabar skripsi, saya blang “belum terlalu yakin dgan hasilnya”, doi menasehati untuk coba di olah terlebih dahulu trus liat hasilnya, gak ada ruginya. Dan lgi2 Alhamdulillah hasil estimasi penelitian saya untuk model pertama tergolong sangat baik. Hnya saja untuk hasil model kedua tdak terlalu bagus. Terdapat beberapa variabel yg tdak sesuai hasilnya dengan hipotesis. tdak menyerah sampai disitu, saya mencari referensi lain untuk mencari “alasan” di balik hasil berbeda yg ditunjukkan bbrapa variabel. Bbrapa hari setelah itu, saya ke kampus guna meminta agar SHPM (semacam ujian pra sidang untuk menunjukkan hasil penelitian) saya ditunda lewat dari batas ketentua, dikarenakan masih belum yakin dengan hasil yg saya bawa. Pak teguh sbgai kepala departemen tidak mengizinkan permintaan tsb. Dengan kta lain, siapa saja yg mengikuti SHPM lewat dari hri itu maka tdak akan lulus di sem tsb.
Saya masih ingat ketika itu tanggal 22 juni bertepatan pada hari ke 5 puasa ramadhan, saya di “paksa” untuk sgera mengikuti SHPM jika ingin lulus di sem itu. Saya sma skli belum membuat ppt untuk di presentasikan. Saya nekat kembali ke kontrakan mengerjakan apa yg bsa dikerjakan. Cholik menemani smbil menyemangati “ayo za, lulus breng kita”. Tangan berkeringat, dada berdegup lebih kencang, tapi di pikiran saya hanya ingin lulus, halangan apapun menjadi tdak berarti. Saya kembali ke kampus untuk mengikuti SHPM yg di pimpin oleh bu alin. Alhamdulillah proses SHPM berjalan lancar, hanya saja di akhir bu alin memberikan bbrpa saran terkait rekomendasi penelitian saya. Saya di izinkan untuk mengikuti ujian sidang skripsi. Dosen saya menginginkan sidang dilaksanakan pada tanggal 8 juni. Kebijakan departemen mensyaratkan untuk setiap mahasiswa yg ingin sidang menyerahkan draft skripsi 2 hari sblum sidang (tanggal 6 juni). Itu berarti saya harus menyelesaikan draft yang sudah finish dalam waktu 14 hari, terhitung dari tanggal 22. Di hari itu progress skripsi saya masih di bab 1 dan 2 dgan versi yg sangat kasar. Saya memilih untuk menyelesaikan bab 1 dan bab 2 terlebih dahulu, Baru kemudian melanjutkan bab seterusnya. 
Hari2 puasa saya ditemani oleh laptop dgan seorang sahabat nyekrip (cholik) yg jga sbuk dengan laptopnya. Waktu berjalan terasa cpat , dgan target skripsi yg masih jauh. Bahkan saya merasa kalau puasa tahun ini adalah puasa tersingkat. Lapar menjadi tidak berasa slama ditemani skripsi.  Bangun, sahur, sholat, nyekrip, tarawih dan nyekrip lgi, kurang lebih begitu siklus hidup saya dan kholik slama puasa kmren. Di kala kehabisan ide, biasanya sholat slalu menjadi jawaban. Ditambah lagi tadaruss yg melapangkan dada, smangat yg hampir redup kembali membara. Beruntung pnya teman nyekrip yg smngat skripsinya sma dengan smngat ibadahnya, kalau cholik lagi tadarrus biasanya saya istirahat sejenak, menjauh dari skripsi, nenangin hati pake obat terbaik (alquran). Selama masa2 sidang mahasiwa, saya merayakan hari sidang 3 orang teman saya. Sama sekali tidak tampak muka yg baik2 saja stelah keluar dari ruang sidang (*yaiyalah). Mau anaknya pintar, biasa2 aja, yg suka ribut sklipun, tetap saja hanya keheningan yg mereka tunjukkan stlah keluar dari ruang sidang. Saya berpikir bahwa mereka yg sudah mngerjakan skripsi dengan serius berbulan2 masih menyimpan kekhawatiran, khawatir dengn hasil, kritik dosen, ataupun dengan kelulusan. Saya teringat ucapan salah seorang senior yg mengatakan bahwa dia dapat mengerjakan skripsi dalam 1 bulan, dengan konsekwensi harus menjauhkan sgala hal yg dapat “ngdistruct”, sperti gadget, hang out breng tman, dll. Saya memikirkan nasib diri ini mengingat waktu pengerjaan skripsi saya relatif singkat. 1 bulan untuk mencari dan mengolah data, 2 minggu di antaranya untuk menyelesikan bab 3 hingga 5. Dengan kata lain, jika saya dapat lulus dengan hasil sidang yg sangat memuaskan, berarti saya telah memecahkan rekor senior tersebut (hihihi).
7 juni, sehari sebelum sidang saya masih berkutat dengan bab 4 dan bab 5. Malam harinya selepas tarawih, saya langsung melanjutkan skripsi tanpa ngobrol atau pun ngemil dengan cholik sperti hari2 sblumnya. Saya jadi lebih pendiam, hanya skli2 tangan saya istirahatkan. Malam pukul 11 cholik sudah tidur, dan diminta dibangunkan ketika sahur. Saya tetap tdak bisa tdur, sklipun hari sblumnya saya hanya tdur 3 jam. Jam menunjukkan pukul 3, saya bangunkan cholik untuk sahur, sklian minta di buatkan kopi. Ternyata keputusan saya minum kopi ketika itu sungguh fatal :( . Berharap dengan minum kopi bisa memberi energi tmbahan, Jntung saya malah berdegup kencang. Alhasil tidak satu menitpun saya bisa menikmati tdur di hari H-1 skripsi. 8 juni, it’s show time, ujian sidang pun dilakukan. Badan lemes, mata berat, hanya stelan kemeja yg bagus jadi penghibur saya, Ditemani seorang tman yg telah saling support dari awal. Jadwal sidang saya adalah jam 9, setengah jam sblumnya saya telah berada di ruang sidang untuk mempersiapkan ppt dan bbrpa hal lainnya. Di awal sidang saya tidak bisa menyembunyikan rasa gugup. Baru saja masuk ruang sidang, saya langsung membuka sidang sndiri tanpa perintah penguji. Pak padang salah seorang penguji menegur “kamu duduk dulu, saya bacakan prosedur”, alangkah malunya saya ketika itu karna telah lancang =O. Setelah prosedur di bacakan saya memulai presentasi. Aturan sidang membolehkan penguji menginterupsi di tengah presentasi. Belum satu pertanyaan selesai di jawab, pertanyaan lain telah di ajukan. Kritik tajam pun tdak ketinggalan dilayangkan pada saya, ada penguji yg blang kalo penelitian saya misspesifikasi, ada yg blang penelitian saya kurang mendalam, dll. Mungkin ini yg sering disebut “dibantai” oleh para sidang-ers terdahulu :(. Bersyukur dospem saya cukup kooperatif, skli2 beliau mendukung argumen saya, namun juga tidak jarang bertanya. Setelah sidang selesai saya diminta keluar ruangan, sementara pnguji mendiskusikan hasil sidang. Selama bbrapa menit di luar sidang, hanya doa dan pasrah yg bsa saya lakukan. Selang bbrapa menit kemudian, saya diminta masuk kembali ke ruang sidang. Pak padang selaku ketua penguji meminta saya untuk memperbaiki hal2 yg dikritik slama sidang, serta meminta untuk tidak keberatan jika saya harus mengulang sem depan. “Kalau extend sampai sem depan gk papa kan? 1 sem doang gpp lah”, ujar pak padang, saya cma bisa menjawab “saya sih tawakkal aja pak”, bu sartika penguji yg lain menimpali “bagus tuh, mentalmu udah siap dengan berbagai kemungkinan”. Suasana tiba2 hening, yg diteruskan oleh kalimat penutup pak padang, “dengan berbagai pertimbangan, masukan, dan revisi yang dikerjakan nantinya, sidang tugas akhir Reza Hidayat dengan judul skripsi Analisi Determinan Tax Effort Daerah di Era Desentralisasi Fiskal (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Sumatera Barat), dinyatakan lulus!!”. Alhamdulillah, hanya pujian2 kepada Allah Swt yg bsa saya ungkap ketika itu. Ingin menangis, tapi mata ini sudah terbebani oleh kantuk yg berat. Menangis memang bukan sikap yg biasa saya tunjukkan ketika mendengar kabar bahagia, bahkan terhitung jarang, tapi “tekanan” dari mama yg hampir setiap hari menelepon hanya untuk menanyakan skripsi, beban biaya kuliah semester depan, dan kehilangan 6 bulan kesempatan untuk mencari kerja ataupun mengupgrade diri dengan hal selain perkuliahan menjadi butir2 alasan saya harus lulus di sem itu. Genap 8 semester saya menghabiskan waktu masa perkuliahan, kelulusan skripsi memang hal yg sepadan menjadi bayaran untuk semua penat letih tsb. Ada yg pernah Blang, “lulus kuliah cuma buat namatin sks tanpa ngambil skripsi rasanya kurang greget”. Ya ada benarnya pernyataan itu, keluar dari FEUI dengan membawa karya hasil jerih payah sendiri, bisa menjadi sesuatu yg disyukuri, terlebih jika suatu saat penelitian saya memberikan dampak yg nyata bagi daerah yg diteliti, ataupun dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut. :)